Tapi
tidak semua orang Lamongan tidak memakan ikan lele. Hanya orang
tertentu saja. Mengapa tidak makan lele ? Apakah haram ? atau bagaimana
sejarahnya ?
Ciri khas unik ini memang hanya ada di Lamongan.
Yakni tidak boleh memakan ikan air tawar yang gurih ini. Biasanya 1
keluarga dari tidak memakan ikan lele. Dan kakek nenek mereka pun tidak
makan lele.
Seperti yang kita tahu bahwa ikan lele ini dagingnya
empuk, gurih, apalagi di makan dengan sambal tomat. Nikmatnya bukan
main. Lalu mengapa ada orang enggan makan ikan lele ini ?
Ada 2 versi sejarah mengapa ada orang lamongan yang tidak makan ikan lele.
Sejarah 1 : Mengapa Orang Lamongan Dilarang Makan Ikan Lele
Ada sebuah cerita bahwa pada zaman kerajaan di tanah Jawa ada seorang Nyi Lurah yang meminjam keris salah seorang Waliyullah atau sunan yang dikenal sebagai Sunan Giri.
Kemudian Nyi Lurah tersebut meminjam keris kepada Sunan Giri guna mencegah adanya kerusuhan wilayah sekitar Bojonegoro.
Dan
Sunan Giri pun meminjamkan keris tersebut dengan syarat bahwa keris
tidak boleh digunakan untuk berbuat kekerasan dan harus dikembalikan
kepada beliau secara langsung setelah 7 purnama.
Setelah meminjam
keris tujuan Nyi Lurah untuk mencegah kerusuhan tersebut berhasil,
tetapi apakah keris tersebut dikembalikan oleh Nyi Lurah? Tidak, ia
belum juga mengembalikan keris tersebut
Sunan Giri pun merasa khawatir kalau keris tersebut digunakan untuk hal yang tidak baik atau disalahgunakan. Akhirnya Sunan Giri pun mengutus salah satu muridnya untuk menemui Nyai Lurah. Murid Sunan Giri tersebut bernama Boyopati.
Tetapi
kedatangan Boyopati lantas tidak membuat Nyi Lurah mau untuk
mengembalikan keris pusaka tersebut. Nyi Lurah sangat bersikeras untuk
tidak mengembalikan keris. Hingga akhirnya, Boyopati memiliki rencana
untuk mengambil keris secara rahasia.
Di suatu saat Boyopati
memasuki rumah Nyi Lurah dan berhasil mengambilnya. Namun sayang sekali,
Nyi Lurah cepat menyadari hilangnya keris pusaka tersebut dan memanggil
warga desa untuk mengejar Boyopati.
Kejar-kejaran berlangsung
sangat panjang hingga memasuki daerah Lamongan. Di sekitar daerah
Babat-Pucuk, Boyopati terpojok di sebuah pohon asam besar tetapi
berhasil mengatasi hal ini.
Dalam perjalanan Sang Boyopati
menemukan sebuah kolam yang berisi ikan lele, karena sudah merasa
terpojok Boyopati pun berdoa kepada Allah dengan tekad beliau
menyeburkan diri ke kolam ikan lele.
Warga yang mengejar sudah
sampai dekat kolam ikan dan tidak menemukan Boyopati. Sempat salah satu
warga curiga bahwa Boyopati masuk ke dalam kolam ikan lele.
Akan
tetapi, banyak warga yang sangsi dengan kecurigaan tersebut karena ikan
lele sangatlah berbahaya. Patil yang dimiliki ikan lele bisa melukai
seseorang apalagi dengan banyaknya ikan lele yang ada di kolam tersebut.
Kerumunan warga pun menyerah dan kembali ke rumah masing-masing.
Boyopati
kemudian keluar dari kolam tersebut dan sangat bersyukur atas
perlindungan-Nya. Sejak saat itu, Boyopati bersumpah bahwa keturunannya
tidak akan memakan ikan lele yang telah melindungi dirinya dari bahaya.
Dari cerita tersebutlah mitos berkembang di masyarakat.
Masyarakat
yang telah sangat mempercayai mitos dan memaksakan diri untuk
mengonsumsi ikan lele akan mendapati kulitnya menjadi belang-belang.
Sejarah 2 : Mengapa Orang Lamongan Dilarang Makan Ikan Lele
Dalam
Cerita ini diambil dari sebuah kisah ketika Sunan Giri III atau bernama
asli Sudamargo. Sunan Giri III blusukan di pesisir selatan, ke daerah
penyebaran Islam dengan menggunakan perahu menelusuri sepanjang aliran
Bengawan Solo hingga ke desa-desa.
Sesampainya di desa
Barang (sekarang masuk wilayah Kecamatan Glagah Lamongan), malam sudah
larut, sinar terang bulan purnama menuntun langkah Sudamargo meyusuri
desa satu ke desa lainnya.
Hingga pada suatu tempat, Sudamargo
melihat lampu sejenis oblek yang menyala di sebuah gubuk di sudut desa.
Sudamargo lantas menghampiri sumber cahaya tersebut.
Disitu ada
seorang wanita yang dikenal seorang Mbok Rondo sedang menjahit pakaian,
lalu Sudamargo menghampiri dan berbincang-bincang.
Perbincangan antara keduanya terjadi sampai larut malam. Di akhir perbincangan, akhirnya Sudamargo berpamitan untuk pergi.
Namun, Sudamargo lupa mengambil keris miliknya yang diletakkan di ruang tamu, selama dia berbincang dengan Mbok Rondo tadi. Dia baru sadar ketika sudah tiba kembali di Giri.
Kemudian Sudamargo memerintahkan
salah satu orang terdekatnya Ki Bayapati untuk kembali ke Desa Barang
guna menggambil keris pusakanya yang tertinggal di bale gubug Mbok
Rondo.
Keberadaan keris tersebut diketahui oleh Mbok Rondo,
seketika wanita ini mengambil dan menyimpannya untuk kemudian
dikembalikan apabila Sudarmaga kembali menggambil keris itu sendiri.
Saat
ditugasi oleh Sudamarga untuk menggambil kerisnya, Ki Bayapati
menggunakan kemampuan ilmu sirepnya agar cepat menuju ke gubug Mbok
Rondo. Sesampainya di gubug Mbok Rondo, Ki Bayapati menggambil keris itu
dengan cara diam-diam.
Namun tetapi, sepandai apapun Ki
Bayapati, cara tersebut diketahui oleh Mbok Rondo yang disambut dengan
terikan maling. Mbok Rondo menggangap utusan dari Sudarmago ini berniat
mencuri keris, padahal yang terjadi sebenarnya adalah ingin
mengembalikannya.
Teriakan Mbok Rondo membangunkan tetangga dan
semua warga desa Barang. Kemudian, massa mengejar Ki Bayapati yang
diduga mencuri keris pusaka itu.
Ki Bayapati lari dan
memberanikan diri terjun ke jublang (kolam) untuk menghindari kejaran
dan amukan warga Barang. Tanpa disangka, tiba-tiba kolam tersebut
dipenuhi ikan lele yang berenang di permukaan kolam.
Keberadaan
Ki Bayapati tersembunyikan oleh munculnya ikan-ikan lele tersebut. Warga
pun menganggap bahwa Ki Bayapati meninggal karena tak terlihat lagi,
padahal masih hidup. Karena berjasa menyelamatkan hidupnya, Ki Bayapati
pun bersumpah jika dia dan semua keturunannya tidak akan memakan ikan
lele.
Kemudian Ki Bayapati lalu segera meninggalkan lokasi kolam
tersebut dan kembali ke Giri. Ki Bayapati lantas menceritakan kejadian
aneh tersebut sambil mengembalikan keris kepada tuannya (Sudamargo).
Karena
jasanya tersebut, akhirnya Sudamargo menghadiahkan kerisnya yang
sekarang disebut dengan Koro Welang kepada Ki Bayapati. Lalu Ki Bayapati
mendapat gelar dari Sudamargo dengan nama Sayyid Adb Somad.
Setelah
pengabdiannya yang begitu lama kepada Sudamargo, Ki Bayapati meminta
izin kepada gurunya untuk kembali ke Lamongan untuk membabad desa dan
mengajarkan agama Islam serta mendirikan desa-desa.
Dan desa yang pertama dibabad adalah Desa Barang, tempat dimana dia diselamatkan oleh ikan lele. Ki Bayapati juga di makamkan di tempat tersebut dan dimuliakan oleh masyarakat setempat.